Senin, 05 Desember 2011

MASA LALU ITU TAK KU BAWA SERTA

Masih dengan aroma khas basahnya tanah mewarnai langkah Naila. Tersimpan rapat memori itu, memori yang pernah membuatnya sakit bukan kepalang. Ingin Ia tinggalkan dan lepaskan di tanah kelahirannya itu semua beban yang kini menjadi bomerang tersendiri yang menyulut semangatnya menuju negara kanguru Australia. Berbekal semangat dan harapan untuk bisa membuktikan pada dunia jika tak seorang pun dapat meremehkannya. Semua itu juga Ia lakukan sebagai obat deritanya yang lalu, sebuah derita yang menurutnya tak terampunkan.
            “Sebentar lagi pesawatku akan berangkat dan kini aku bisa melepaskan semuanya” pikir Naila dalam hati.
            Mata bulat hitam bercahaya khas mata anak dara kota daeng- Makassar- tajam sigap mengawasi sekitar bandara. Tanpa sengaja mata itu menangkap sosok jelas dari Ia salah satu sosok yang sangat Ia kenal. Sosok itu tidak lain adalah sosok Ahmad, seorang pria yang turut andil dalam penciptaan luka di hati Naila. Matanya enggan untuk menatap Ahmad, namun hatinya meronta sesaat penasaran dengan sosok kejam itu. Dengan sebutan itu Naila menamai Ahmad setelah berjuta perilaku menyayat hati yang Ia lakukan kepada Naila.
            Tiba-tiba saja Naila teringat kejadian tiga tahun yang lalu, saat Ahmad masih belum berstatus manusia kejam seperti hasil rumusan pikirannya. Dan bulir-bulir air mata Naila rasanya ingin berhamburan ke bumi. Hanya saja Ia mengingat jika bandara bukanlah tempat yang tepat untuk meluapkan tangisan kepahitannya. Semua tentang Ahmad,dan hanya Ahmad.
***
            Ahmad adalah sosok yang biasa bagi kebanyakan orang. Ia juga bukan figur romeo yang gagahnya seantero dunia dan setianya hingga maut memisahkannya dari sang Juliet. Akan tetapi, dimata Naila, Ia jauh lebih bersinar dari figur seorang Romeo. Segala kepercayaan dan rasa cinta Naila telah Ia berikan sepenuhnya kepada Ahmad bahkan cerita aib terbesar dalam hidupnya pun telah Ia ceritakan kepada Ahmad. Itu pula yang membuat perubahan pada sikap Ahmad.
            Dahulu, Naila memang telah melakukan sebuah kesalahan. Sebuah kesalahan dalam memilih, kesalahan dalam melangkah, dan kesalahan memberikan hati. Sebelum Naila mengabdikan hatinya untuk Ahmad, Ia telah mengenal satu hati sebelumnya. Satu hati yang akhirnya membuat sebuah penyesalan luar biasa yang membuatnya kehilangan Ahmad pada akhirnya. Lelaki itu bernama Ichal. Naila menerima Ichal sebagai pasangan hatinya berharap lelaki itu kelak mampu menjaganya dan memberikan rasa aman pada dirinya. Namun sayang sungguh disayang, justru lelaki itulah yang membuatnya harus kehilangan satu harta yang paling dijaganya selama bertahun-tahun, keperawanannya.
            Kenangan buruk itu terjadi saat Naila tengah bertandang ke rumah kontrakan Ichal. Sehari sebelumnya, lelaki itu berbohong pada Naila dengan beralasan jika dirinya sekarang sedang tidak enak badan. Karena merasa khawatir dan merasa iba terhadap kekasihnya, maka Naila pun berniat untuk menyempatkan diri menjenguknya esok hari. Sungguh kecewa Naila saat Ia mengahmpiri Ichal ke rumah kontrakannya. Didapatinya lelakinya itu masih sehat bugar walafiat. Justru yang ada lelaki itu mengajaknya ngobrol di dalam kamar. Sontak saja Naila menolaknya dan bersegera untuk pulang. Tetapi, sungguh malang tubuh besar Ichal mampu menarik tubuh Naila yang jauh lebih kecil dari tubuhnya ke kamar kontrakannya. Dan semua kejadian tidak mengenakkan itu pun terjadi.
            Angin yang berhembus disekitar Naila rasanya hanya mengirisnya, bukan menyejukkannya. Ingin rasanya Ia putar kembali waktu dan menghindari waktu kelam kemudian tak ada sakit hati setelahnya. Namun, Ia sadar semua itu hanya akan ada dalam dunia dongeng, mesin waktu, mesin pengahapus dosa, mesin apalah namanya asalkan Ia tidak pernah merasakan ada di tempat itu. Dan semua hanya apa yang Naila imajinasikan.
***
            Bertahun-tahun setelah kejadian itu, takut rasanya Naila untuk membuat sebuah kisah baru. Hingga suatu pertemuan aneh terjadi. Ia bertemu Ahmad di tempat yang sungguh tidak romantis untuk dibingkai menjadi kenangan, trotoar jalan. Naila baru saja usai membeli sesuatu di warung depan trotoar itu, kemudian Ahmad tanpa rasa canggung menyapanya. Basa-basi Ahmad memulai percakapan.
            “Hai, kamu anak kelas Eksekutif itu kan? Abis beli apaan?”sapa Ahmad.
            “Hmm..ini kak, abis beli minuman haus.” Jawab Naila.
            “Oh,iya kak..bukannya kakak yang dulu aku lihat manggung yah..?”
            “Kamu nonton yah?”
            ...
Dan begitulah percakapan ringan antara Naila dan Ahmad hingga berujung dengan saling bertukaran nomor handphone.
            Selalu saja ada akal cerdas Ahmad untuk membuat pertemuan antara Ia dan Naila. Entah itu hanya sekedar meminjam buku atau sekedar mengajaknya makan. Pernah juga dengan nekat Ahmad berniat mengantar Naila pulang. Bukan kepalang paniknya Naila. Isu-isu keluarga Naila yang konon anti jika Naila ketahuan bersama seorang lelaki berputar-putar membuat Naila harus mencari sejuta alasan untuk menggagalkan niat baik Ahmad. Dan Ahmad pun tak habis akal untuk terus berniat mengantar Naila pulang.
            “Hmm..kak, bukannya kakak orang yang sibuk? Gak usah antar Naila, saya bisa     kok pulang sendiri.”
            “Gak apa-apa kok, kakak juga nanti sejalur dengan rumahnya Naila.”
            (Ish..ini kakak ngebet amat sech..)
            “Tapi....”
            “Pokoknya tidak ada kata tapi dan sekarang Naila naik ke motor duduk yang         manis!” perintah lelaki itu pada Naila.
Bagaikan kerbau yang dicocok hidungnya (alah....disamain ma binatang), Naila pun menyandarkan pantatnya di jok belakang motor Ahmad. Dan seperti itulah Naila tiap harinya.
            Semakin mereka larut dalam perasaan kaula muda yang konon disebut virus merah muda, semakin besar ketakutan yang mengejar Naila. Takut jikalau Ahmad mengetahui statusnya yang tak lagi perawan akibat ulah lelaki tak berperasaan itu. Setelah lama Ia pikirkan, Naila pun berjanji akan memberitahukan Ahmad jika kelak lelaki itu mengutarakan perasaannya. Memang hingga saat ini Ahmad masih belum berani mengutarakan perasaannya. Ia masih sibuk melakukan pendekatan, yang nge-trend disebut PeDe KaTe, entah dari mana asal muasal kata tersebut tapi itu tidak penting siapa yang menemukannya yang pasti mereka tengah asyik-asyiknya menikmati proses PeDe KaTe.
Tepat pada malam dengan bintang yang bertabur di langit, Ahmad menyatakan perasaannya kepada Naila. Betapa bahagianya Naila sekaligus betapa cemasnya Ia dengan masa lalunya. Naila hanya bisa bermasa bodoh dengan statusnya itu, yang penting Ahmad belum tahu siapa dia. Itu sudah cukup! Namun, apa yang dipikirkan Naila tak semulus kenyataannya. Ia terus diburu oleh rasa bersalah karena telah berbohong kepada Ahmad. Dan pada hari yang dinantikan, dipenuhi kecemasan luar biasa dengan mengumpulkan sejuta kekuatannya yang selama ini Ia kumpulkan, Naila memberanikan diri untuk mengatakannya.
            “Kak, sebelumnya aku minta maaf jika aku tidak pernah mengatakannya     sebelumnya. Tapi, aku  tidak bisa menyembunyikan ini lebih lama lagi. Aku      sungguh sangat sayang kakak. Dan masih ada sesuatu dari diriku yang belum kakak ketahui. Kalau pun setelahnya kakak menjauh mudah-mudahan aku siap       untuk semua itu.” Naila membuka bicara.
Dengan perasaaan penasaran Ahmad hanya menunggu Naila melanjutkan ceritanya. Seakan mengerti dengan isyarat yang diberikan Ahmad, Naila pun melanjutkan ceritanya. Naila pun menceritakan secara detail seluruh kejadian menakutkan yang menimpanya beberapa waktu silam dengan Ichal, lelaki tak berperasaan itu. Betapa terpukulnya Ahmad, gadis dicintainya yang tengah duduk berlumurkan air mata dihadapannya ternyata telah ternoda oleh sosok yang rasanya ingin Ia remukkan malam itu juga.
            Betul apa adanya, ternyata Ahmad tidak bisa menerima sepenuhnya status Naila. Dan Naila sadar jika Ahmad berhak untuk kecewa dan meninggalkannya. Walaupun yang terlontar dari mulut Ahmad jika Ia tak akan meninggalkannya. Namun kenyataannya Ahmad terlihat semakin menjauh dari Naila. Apalagi setelah kecelakaan yang menimpa Naila yang membuatnya tak dapat melakukan aktifitas apa pun, jarak yang tercipta diantara mereka juga semakin lebar dan nyata. Pelan-pelan Naila berusaha untuk melepaskan Ahmad. Sungguh pilu rasanya hati Naila Ia habiskan tanpa ada lagi sosok Ahmad di sampingnya. Padahal, disaat-saat seperti inilah Ia membutuhkan dorongan sosok yang Ia sayangi.
***
            Cukup lama Naila membiasakan diri tanpa Ahmad di sampingnya. Hari ini Ia ingin menghabiskan waktu bersama dengan teman-teman yang Ia sayangi yang selalu ada kapan pun Ia butuhkan. Baik saat Ahmad pergi meninggalkannya maupun saat riak-riak masalah sedikit menggoncang rumah Naila dengan beberapa masalah yang hadir dalam keluarganya. Belum selesai Ia berpakaian, tiba-tiba saja handphone-nya berbunyi. Ditatapnya layar gadget kesayangannya, dan Ia kaget bercampur bahagia membaca nama pengirimnya. Berulang kali Naila mengulang membaca pesan singkat di handphone-nya untuk lebih meyakinkan siapa gerangan yang mengirimkannya pesan yang hanya menanyakan kabarnya hari itu. Pesan singkat itu dari Ahmad.
            Pertemuan pun diatur, dan bertemulah mereka di tempat pertama mereka berkenalan, trotoar bersejarah. Dengan perasaan bingung, cemas, bahagia, dan akh..terlalu banyak bercampur, hingga dirinya sendiri bingung untuk mengklasifikasikannya, Naila berusaha tenang menghadapi pria di hadapannya. Pria yang Ia sangat sayangi. Dengan diawali tanya-menanya kabar Ahmad mengungkapkan perasaannya jika selama ini Ia berusaha lari dari sosok Naila. Namun, semakin Ia berlalari semakin Ia tak sanggup. Menurutnya hanya Naila hingga saat ini yang mampu mengerti dirinya. Hanya Naila yang tahu amarah dan emosinya. Hanya Naila yang mampu menjadi kawan sekaligus sahabatnya. Dan hanya Naila, hanya Naila, hanya Naila yang Ia inginkan.
            Dengan sebuah syarat agar Ahmad tak meninggalkannya, Naila pun bersedia untuk menerima sosok Ahmad kembali ke dalam hidupnya. Tentu saja ini bukan pertanda yang baik. Hampir seluruh teman-teman dan kerabat yang dekat dengan Naila merasa tidak setuju dengan kehadiran Ahmad kembali. Mereka hanya takut kalau-kalau Ahmad kembali hanya akan memporak-porandakan kehidupan Naila yang susah Ia bangun. Awalnya semua tuduhan itu Ahmad buktikan tidak benar. Hingga kemudian satu per satu fakta berbicara. Satu per satu wanita yang dikenal sebagai kekasih Ahmad yang lain hadir memunculkan dirinya. Semua itu semakin membuat shabat dan keluarga Naila geram dengan sikap Ahmad. Namun, Naila hanya takut akan kehilangan Ahmad untuk kesekian kalinya. Tapi, perilaku Ahmad semakin menjadi-jadi. Bukan hanya sekali Ia ketahuan, tetapi berulang kali. Dengan alih-alih mencari yang terbaik, Ahmad terus bertingkah.
            Tepat suatu malam, saat Naila dan Ahmad terjebak dalam suasana hujan yang dingin. Ditambah dengan badan mereka yang sedari tadi basah oleh rintikan hujan. Ahmad mendekatkan wajahnya sangat dekat, hingga nafas Naila dapat Ia rasakan dengan baik. Kemudian dengan berani, Ia mngecup bibir Naila, sebuah janji Ia langgar. Ia memang pernah berjanji untuk tidak memperlakukannya sebagaimana pacar Naila terdahulu melakukannya pada Naila. Dengan jantung yang berdegup kencang Naila menunjukkan perasaan kecewanya. Bagaimana mungkin Ahmad yang Ia percayai selama ini melakukan itu terhadapnya. Namun, Naila masih bisa memaafkan perbuatan Ahmad yang menurut pengakuannya adalah karena faktor khilaf.
            Ternyata, itu bukan akhir dari keberanian Ahmad untuk melanggar janji. Bahkan disaat Naila terlihat rapuh akibat masalah yang menimpahnya, Ahmad malah menyetubuhi Naila. Dua kali sudah Naila dikecewakan oleh lelaki. Sakit hati bukan main yang dirasakan oleh Naila. Jijik rasanya Naila memandang tubuh dosanya. Dua kali sudah Ia berzinah dengan lelaki yang Ia sayangi. Dua kali sudah Ia sakit hati karena dibodohi. Ingin rasanya Ia menghabisi saja usianya kala itu. Jika saja Ia bukan gadis beriman yang masih ingat dosa dan takut akan Tuhannya, sudah diteguknya racun serangga di sebelahnya. Berhari-hari Naila merasa larut dalam kesedihannya. Entah berapa butir obat penenang Ia lahap hanya untuk membuatnya lupa sejenak akan kepahitan yang telah dialaminya. Bahkan perasaan itu turut menguras ukuran tubuhnya yang merosot jauh dari ukuran Ia sebelumnya. Bisa dibayangkan bagaimana sakitnya seorang wanita yang harus direnggut kehormatannya sebanyak dua kali oleh lelaki kejam yang sangat Ia sayangi. Kekecewaan itu semakin terasa saat tercium kabar jika Ahmad tengah dekat dengan seorang gadis yang menurutnya jauh lebih sempurna dibandingkan dirinya. Semakin jelas sudah hipotesis yang dibangun Naila sejak lama dikepalanya, jika Ia memang tidak pantas untuk siapa pun! Siapa pun itu!
***
            Tersengal-sengal napasnya memburu, keringat bercucuran membasahi pakaian tidur Naila. Dipandangnya jam duduk berwarna biru di meja berwarna gelap. Jarumnya menunjukkan pukul 02.30 wita dini hari. Betul-betul mimpi itu membuatnya tak dapat tidur kembali walau kala itu matahari pun masih enggan untuk menampakkan diri. Tak ada longlongan anjing, ataupun aura-aura menyeramkan seperti dalam film horor yang membuat bulu kuduk Naila tegak berdiri. Hanya saja, Ia terus berusaha memaknai mimpi yang baru saja memberinya shock therapy.
            Sebelum Ia tertidur, Naila menelan berbutir-butir pil penenang entah untuk membuatnya tenang atau untuk membuatnya mati saat tertidur. Pikiran Naila buntu, tak rela dengan nasib yang tertulis untuknya dan hanya bersedih yang menemaninya selama ini. Sampai mimpi aneh menghampirinya. Mimpi yang mengisyaratkan untuk Naila tetap berdiri tegar melanjutkan hidupnya dan meraih mimipinya yang sempat tersingkirkan dari hadapannya. Dalam mimpinya dijumpai sosok yang tak asing, dirinya, tengah melangkah dalam kebingungan hingga sebersik cahaya terlihat olehnya. Cahaya itu semakin terang dan bahkan menyilaukan. Sempat menyesakkan dada Naila dan membuatnya bercucuran keringat, namun  setalah itu kehangatan menghampirinya. Rasanya Ia mendapati perasaan tenang dan nyaman yang belum pernah Ia rasakan sebelumnya. Seolah Ia tengah bersama malaikat, samar-samar Ia mendengar lantunan ayat suci Al-Quran dan tak tahu mengapa kakinya menuntunnya berlari kencang dan semakin kencang. Semakin Ia berlari, semakin bahagia rasa hidupnya.
            Sambil melap keringat ditubuhnya dengan handuk lembutnya, Naila mencoba menafsirkan mimpinya. Rupanya Tuhan ingin Ia untuk kembali kepada sosok Naila yang dahulu. Sosok yang tak goyah oleh masalah apapun. Itulah seorang Naila.
            Masih di malam yang aneh, dibasuhnya wajahnya dengan wudhu yang menyegarkan batin umat-Nya yang rindu akan cahaya kebenaran. Perlahan Naila menikmati air yang mengaliri tubuhnya dalam khidmatnya bersuci. Benar apa kata agama dengan makna wudhu yang baru Naila rasakan tak pernah se-sejuk ini sebelumnya. Diraihnya sajadah merah warisan ibunya sebelum Ia menjajakkan kaki di kota daeng dengan jarak yang jauh dari keluarga untuk mengukir mimpi-mimpi dan masa depannya.
            Dalam doa dipertiga malamnya, Naila menitikkan air mata memohon taubat dan maaf yang Ia sendiri tak tahu apakah Tuhan masih mau memaafkannya atau tidak, namun penuh keyakinan jika hamba yang sungguh-sungguh meminta akan dikabulkan doanya. Tak pernah Ia melakukan shalat pertiga malam senikmat ini sebelumnya. Bahkan Naila larut dalam percintaannya dengan sang Khalik yang dahulu menitipkan ruh padanya. Seusai Ia mengadu seluruhnya dalam doanya, diraihnya secarik kertas dan pena. Lalu, dituliskan seluruh perasaannya pada kertas itu.
Dear Ahmad,
Sayang, terima kasih untuk semua kenangan yang manis dan pahit yang kau torehkan untukku. Kau memiliki lembaran tersendiri untukku. Di hatiku pernah ada namamu. Tapi, Tuhan berkata lain. Kau tidak ditakdirkan untukku. Entah kau yang terlalu sempurna untukmu atau aku yang terlalu berharga untuk kau miliki. Awalnya mungkin aku tidak ingin mengatakan siapa aku sebenarnya. Akan tetapi, aku tidak bisa berbohong. Karena aku pikir, suatu huibungan harus dilandasi kejujuran. Tapi, terima kasih karena kau mengajari ku jika tak semua harus aku ungkapkan kelak terhadap kekasihku. Cukup aku dan Tuhan yang tahu siapa aku.
Semoga kau bahagia dengan kekasih sempurna mu yang kau cari selama ini. Satu hal yang harus kau ingat, NO BODY PERFECT HONEY..!! Jaga dia, sayangi dia, dan hargai dia! Sampai bertemu di ujung kesuksesan kita. Semuanya memang harus diakhiri.
                                                                                    Beloved,
                                                                                    Naila Syahrir
***
            Rasa penasaran Naila dibuyarkan oleh panggilan dari bagian informasi yang memanggil seluruh penumpang pesawat Bali, pesawat tujuan Naila. Hampir lama Naila berusaha untuk bangkit kembali dan meraih cita-citanya untuk segera meninggalkan masa lalunya yang kelam. Masa bodoh dengan Ahmad yang dilihatnya tadi, toch Naila sekarang sibuk dengan masa depannya. And AUSTRALIA I’m coming....
            Tengah-tengah penumpang pesawat tujuan Bali-Australia tak lupa Naila menggoreskan satu syair dalam buku hariannya.
Ku terbangkan Masa Lalu ku
Ku letakkan ia pada masa yang tak ingin ku kenang.
Pada tanah yang berat ku tinggalkan.
Pada tempat yang mengizinkanku lahir dan tumbuh.
Pada ia yang aku ingkari dengan ketrenodaanku.
Pada harapan yang tadinya mendamba cinta sejati.
Ku rajut harapan baru ku.
Di tanah baru yang tak ku kenali.
Semoga tidak ada sesal belakangan.
Basmalah..
Ingatlah Aku, maka Aku akan jauh lebih dekat dari nadimu
Itu janji-Nya yang aku ukir pada apa yang berdenyut,
Jantungku.

2 komentar:

thanks buat komentarx..:)