Selama ini yang terbit hanya seputar kisah curhatan wanita-wanita atauupun gadis-gadis. Entah itu sedih, senang, ataupun galau. Mungkin ini bisa nantinya mewakili kaum Adam dech. Ini kisah pengakuan salah seorang sahabat ane yang gak sempat menikmati cinta sejatinya. Pokoknya sempat pake acara mewek-mewekan deh..Let's enjoying the story guys..:)
Dicintai wanita secara tulus dengan kadar yang tidak kurang dan tidak berlebih adalah yang aku inginkan selama ini. Bukan hal sulit untuk mendapatkan wanita jika potongan dirimu seperti aku. Wajah tampan, duit ada, ramah, otak gak mandek-mandek amat, lumayan lah buat modal gombal. Apalagi nampaknya aku punya bakat bekal dari orok. Selama ini aman-aman saja, sampai suatu saat aku mengerti semua itu tidak bermakna untuk mengejar cinta sejati.
Bicara cinta sejati aku agak parno. Bagaimana tidak hingga usiaku 22 tahun pun tak kunjung jua aku rasakan walaupun sekedar mencicipi rasa nikmatnya. Bagai dahaga berkepanjangan, aku mendamba sosok itu. Banyak sih yang suka padaku, tapi belum ada yang tulus mencintaiku. Bagaimana kalau seandainya aku tidak lagi berwajah tampan, apa mereka masih menyukaiku. Bagaimana jika aku sudah tidak mendapatkan subsidi dari bokap, apa mereka masih setia mengikut di belakangku. Atau bagaimana jika aku tidak pernah mendapat anugerah seperti itu sebelumnya, akankah mereka sudi mengenalku seperti sekarang ini. Begitu banyak pertanyaan dalam benakku. Aku hanya berusaha menjalani hidupku bak air mengalir, sampai suatu saat aku mengerti itu ada tidak benarnya.
Berawal dari aku mengenalnya sebagai adik junior di kampus tempatku sekarang. Awalnya aku memang jatuh cinta padanya. Mungkin sekedar iseng mencoba aji mumpung ketampananku. Ia gadis yang baik, manis, dan lumayan untuk diajak arisan. Semua yang aku inginkan Ia menurutinya. Termasuk gadis yang gigih dan pantang menyerah. Seperti halnya diriku, dia juga termasuk gadis mahasiswi rantauan. Secara tidak langsung untuk menunjukkan kepedulianku padanya, aku rela menjadi tameng untuk menjaganya. Semua terasa aman dan berjalan sebagaimana mestinya. Hingga semakin hari, rasanya aku semakin terkekang.
***
Aku mencoba melepas penatku sejenak. Salah satu program kampus mengharuskan mahasiswanya untuk bersosialisasi secara nyata di suatu tempat yang jauh dari kota. Menurut penggagasnya, mengajarkan kami untuk lebih peka terhadap masalah sekitar. Lelah rasanya melalui perjalanan selama 8 jam ke luar kota demi program kuliah. Sesampainya di lokasi, aku mulai mengamati kawan seperjuanganku selama berada di lokasi nanti. Tidak hanya itu, kami mulai mencoba saling mengenal satu sama lain. Dua bulan bagi kami bukan waktu yang sebentar. Tapi, akan aku coba untuk menjalaninya.
***
Sore yang indah di daerah asing menurutku. Semua kegiatan berpusat pada kantor kecamatan daerah yang kami tempati. Berbagai jenis elemen masyarakat berkumpul. Mulai dari petinggi daerah, kami mahasiswa (i), dan masyarakat di daerah tersebut. Acara berlangsung secara sederhana, katanya untuk merumuskan program kerja yang harus kami laksanakan selama berada di daerah tersebut. Dan keputusan pun diambil secara bijak melalui mufakat hadirin seminar.
Pandanganku terus mengamati kaum mahasiswa (i) yang hadir pada saat itu. Sekalian cuci mata pikirku. Tiba-tiba aku melihat sosok manis di beberapa baris kursi sedikit dekat dengan posisi duduk ku. Keinginan untuk mengenalnya aku sampaikan pada teman dekatku saat itu. Maklumlah, aku malu saat itu untuk mencoba mengenalnya. Tapi, aku tahu aku pun tak bisa menutupi kekagumanku pada gadis itu.
***
Beberapa waktu setelah pertemuanku dengan gadis itu, aku pun memberanikan diri untuk menjadikannya pacar. Tapi, aku tiba-tiba teringat raihana, juniorku yang tak tega untuk aku tinggalkan. Dan, aku pikir semua itu tak jadi masalah. Kemudian kami menjalani hubungan itu selama beberapa hari. Setiap waktu yang kami lalui, setiap detik itu pula aku semakin terjerat perasaan sayang padanya. Rasanya aku baru pertama kali jatuh cinta secara tulus pada seorang gadis sepertinya. Aku pun berusaha meyakinkan hatiku akan keberadaan Raihana. Tapi, yang kudapati hanya keyakinan untuk melepaskan gadis junior ku.
Dengan segenap keberanian aku mencoba memulai menceritakan sosok Raihana pada dirinya. Tentu saja dia kaget dan shock. Tidak dapat dipungkiri, setiap wanita pasti akan menunjukkan reaksi yang sama dengannya jika saja diberitahu kabar seperti itu. Namun, aku pikir pondasi terkuat sebuah hubungan adalah kepercayaan dan kejujuran. Untuk itu, aku berusaha meyakinkannya, jika hanya dia yang mampu membuatku merasakan indahnya jatuh cinta.
***
Dua bulan berlalu, aku dan dirinya masih bisa mempertahankan hubungan ku yang sangat ku hargai. Begitu pula Raihana, dia pun mengerti perasaanku pada gadisku. Raihana pun rela menjadi yang kedua. Berat rasanya untuk keduanya. Aku tak ingin melukai gadisku, namun aku juga tak tega untuk melepaskan Raihana yang sudah aku anggap sebagai adikku. Itu dia nampaknya titik masalah yang aku alami. Aku hanya bisa menganggap Raihana sebagai adikku, tidak lebih. Tapi, perhatianku membuat Raihana bertingkah gila-gilaan. Pernah suatu ketika, Raihana nekat berendam di bak mandinya pada pukul 01.00 dini hari, hanya karena cemburu pada gadisku. Tak kuasa menahan emosi, aku pun membanting lemari di kamar Raihana.
Mungkin karena tak tahan, gadisku pun memutuskan untuk menjauh dan melepaskan cintaku. Tapi, aku tak bisa. Berulang kali aku memohon, aku hanya mendapati gadisku terisak menahan sakit akibat ulahku yang tak tegas terhadap keberadaan Raihana. Andaikan saja gadisku tahu, jika hanya Ia yang bertahta dalam hatiku. Rasanya ingin aku bisikkan dalam mimpinya, aku sangat mencintainya.
***
Entah berapa lama sudah aku melepaskan gadisku. Andai saja aku bisa lebih tegas menghadapinya. Aku bukan playboy, hanya saja aku tidak mampu tegas pada Raihana, karena kepekaan berlebihanku padanya. Dan akhirnya aku harus kembali melepas cintaku. Jika saja Tuhan memberiku kesempatan untuk mengatakannya, maka akan aku teriakkan AKU SANGAT MENCINTAI GADISKU.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
thanks buat komentarx..:)