Minggu, 22 Januari 2012

HINDUN, BUKAN LAYLAH MAJNUN


Kita tak pantas mengutuk siapa pun untuk setiap kesedihan yang ditakdirkan untuk kita, apalagi membawa nama Tuhan - Anonimous

Letih membekas jelas di bawah kelopak mata Hindun. Gadis metropolitan yang sedang larut dalam indahnya dunia maya. Baginya, dunia maya adalah dunia nyata-nya dan dunia nyata adalah dunia maya-nya. Berperan sebagai gadis yang mampu menaklukan banyak lelaki dengan saran bijak dan santun katanya, tanpa disadarinya menjadikannya enggan untuk kembali berbaur pada nyata hidupnya. Buatnya dunia yang diberikan Tuhan adalah dunia celaka yang dimilikinya. Bagaimana tidak, di dunia maya para lelaki gila-gilaan mengejar dirinya berharap hindun- atau Layla sapaannya di dunia maya – mau menjadikannya sekedar teman akrab. Sedangkan di dunia nyata-nya, Ia tak lebih gadis kummel tak layak jual..(parah amat).
“Ahh..buaya darat! Emangnya aku gak tau yang kayak ginian..damn..” pikir Hindun saat membaca salah satu komentar blog-nya.
Seperti itulah kegiatan Hindun tiap harinya. Selain profesinya sebagai mahasiswa universitas ternama di kotanya, Ia menghabiskan waktu untuk menjaga warnet milik saudaranya. Sembari menjaga warnet, Ia juga menjadi konsultan blog yang bergentayangan memberikan masukan, saran, dan motivasi bagi mereka yang putus cinta, lebih gaulnya disebut “galau”. Semacam syndrom penyakit yang tengah marak menjangkit kaula muda. Rasanya garing, kriuk-kriuk, dan kress saat masuk di hati. Cukup mewakili defenisi “galau” versi mba Hindun. Ia tidak yakin dengan apa yang dialaminya. Menjadi seorang konsultan galau-ers bukan berarti Hindun tidak pernah merasakan galau. Hanya saja Ia tak mau mengenangnya. Dahulu Ia juga sempat terserang penyakit “galau berkepanjangan” dengan rasa di hatinya. Lelaki bedebah – begitu Hindun menyebutnya masa lalunya – cukup lama bertengger di nominasi pertama sumber penyakit hatinya. Untungnya saja tidak menjadi juara bertahan (☺).
“Barang baru nih..paling curhatnya tentang galau lagi. Gue kira yang galau Cuma cewek, eh..cowok juga gak mau ketinggalan.” bisik iblis yang menemani Hindun.
            Sedangkan di dunia seberang…
            “Aku menyukainya, Ia gadis yang easy going, kind, entahlah sok tegar ataupun memang sekeras beton. Tapi, dia jujur menampilkan foto profilnya. Betul-betul gadis sederhana, mungkin aku mendekat sebagai klien-nya saja dulu. Masalah kenalan nantilah diatur. “ Rizal membatin.
            Malam menenggelamkan perkasanya sang surya. Tentu bukan Ia yang patut untuk dipuja karena Ia larut bersama datangnya sang anggun, bulan. Ditemani dentuman detik jarum jam, Hindun sibuk menyelesaikan tugas kampusnya. Hindun termasuk gadis cerdas. Ia mampu membuktikan jika dirinya mampu mencapai IPK yang cukup membanggakan disamping kesibukan organisasi, dan mencari uangnya. Maklum saja Ia termasuk mahasiswi perantau yang ingin hidup layak. Jadilah Ia harus menguras otknya dua kali dari mahasiswa pada umumnya untuk bisa bertahan di kota tempatnya mengais bijaknya ilmu. Berbeda dengan Rizal, mahasiswa super cuek nun cool abis dambaan banyak wanita. Entah kenapa gadis-gadis tergila-gila padanya. Padahal tampang juga gak keren-keren amat. Hanya saja Ia tinggi, badan atletis, sama ntu..cuek bebeknya yang bikin cewek kagak tahan ma dia.
            Sementara Hindun sibuk searching calon bakal referensi tugasnya, komen Rizal menampakkan diri di salah satu posting-an terbaru akun Laylah (Hindun).
            “Pengen curhat nih Peri Laylah. Aku suka gadis kampus seberang. Dia gadis special buatku. Sederhana, ramah, supel, hmm..imut. Badannya bulet, nge-gemesin. Tapi, secara tidak sengaja tadi aku dengar dia nelpon sambil nyebut sayang. Dari pacarnya kali yah? Trus, aku gimana dan?” Komentar Rizal.
            “Seru kayaknya nih kasus.” Erang Hindun dalam hati.
            “Kamu harus cari tahu dulu, bener gak dia dah punya pacar atau belom. Siapa tau aja cuma teman dekatnya atau bapaknya yang dipanggil sayang. Eh, tapi loe kok mau ma cewek gempal? Kan, banyak yang lebih cakepan.?”
            “Boro-boro ma cewek cakep tapi makan ati. Mending yang manis plus setia.”
            “Loe dah pernah bilang belom ma ntu cewek? Jangan-jangan loe korban CIDAHI juga bro..”
            “Apaan tuh CIDAHI?”
            “Ya elah..mas dari mana aja gak tau arti CIDAHI? CIDAHI ntu CInta DAlam HAti bro..”
            “Lucu juga neh peri” batin Rizal.
            “Eh, ngomong-ngomong dari kapan hari loe suka ma ntu cewek bro?” komentar Hindun membuyarkan lamunan Rizal.
            “Agak lama..sejak ada acara kampus gue. Pandangan pertama mungkin.”
            “Hahaha..hari gini masih pandangan pertama bro? Katarak kali ini orang? Milih yang agak normalan kek!”
            “Emang loe pikir ntu cewek gak normal? Cuma badannya aja yang sedikit melar dari gadis pada umumnya. Selebihnya kayaknya tipikal cewek yang enak dibawa arisan.” Komentar Rizal yang sedikit memanas.
            “Santai bro..! Gue kan Cuma nebak. Lagian koq segitu yakinnya loe ma kepribadian tuh cewek? Padahal kan loe bilang belom kenal apalagi ngobrol!”
            “Gue yakin aja! Feeling gue gak pernah salah. Sekalipun salah itu gue usahain Cuma sekali saat aku percaya sama pacar gue yang tinggalin gue nikah.”
            “Buseet dah mas bro..Parah juga kisah hidup loe.”
***
            Rasanya bunga akasia mulai menguning berjatuhan di sepanjang jalan setapak penghubung kampus Rizal dan kampus sang gadis misterius. Rizal hanya mampu menceritakan kepada teman baiknya dan juga peri Laylah setiap kebahagiaan dan kesedihan kala Ia jumpa lagi sang gadis misterius. Maklum saja, Rizal tipikal cowok pemalu dan tertutup untuk hal asmaranya. Dan kali ini momen terindah untuknya. Tak sengaja sang gadis berbicara dengannya.
            “Permisi, ruang tata usaha sebelah mana?” tanya sang gadis.
            “Hmm..terus belok kiri!” jawab Rizal singkat menutupi kecanggungannya.
            “Makasih” dan senyum manis menutup percakapan singkat.
            Saking bingung dan groginya Rizal, Ia pun lupa menanyakan nama sang gadis. Bahkan sekedar untuk menanyakan nama sang gadis dirinya pun tak sanggup. Terlalu sempurna gadis itu untuk Ia kenali lebih dalam menurutnya. Sesuai info yang diberitakan teman dekatnya, gadis itu termasuk jajaran gadis cerdas dan aktif di fakultasnya. Walaupun ukuran tubuhnya yang wah, tapi dia termasuk gadis ekstrover. Cukup membuat seorang Rizal mikir berulang kali untuk dekat dengannya.
            Badan gempal Hindun Ia rebahkan dengan malasnya. Penat dan lelah Ia tumpahkan pada mata pena dan diari biru kesayangannya. Ia sungguh penasaran dengan sosok Rizal.
            “Masih ada yah lelaki yang kagum pada wanita bertubuh gempal. Beruntung banget tuh cewek ada yang suka diam-diam. Hmm..coba gadis itu saya. Gak bakal deh gue kecewain. Jarang-jarang ada cowok yang segitu ngebetnya pengen setia sama cewek gempal. Gak kayak kenangan lalu gue, semua basi!” Hindun merenung sambil mengutak-atik kembali computer di hadapannya. Tiba-tiba komen rizal nongol lagi.
            “Peri, tau gak tadi aku disapa loh sam cewek itu. Walaupun cuma nanya arah TU, tapi sumpah grogi banget..” komen Rizal yang tertera di layanan chat salah satu jejaring sosial Hindun.
            “Oh..baguslah..rejeki loe bro..Trus, sekarang tau namanya siapa ato nomer teleponnya berapa?” selidik Hindun.
            “Hmm..ntu dia masalahnya mba bro..saking nerveous-nya gue lupa nanya nomer teleponnya. Nanya namanya aja kagak sanggup.”
            “Beuh..alay neh orang. Takut amat loe ma itu cewek. Mang, ampe segitunya ya?”
            “Gak tau juga nih.”
            Tiba-tiba Hindun teringat sesuatu.
            “Eh, loe tadi bilang apa? Dia nanya dimana TU? Perasaan gue tadi sempat nanya TU dimana ma salah satu ana kampus situ. Karena gue pengen nemuin kakak gue, pegawai TU kampus itu. Loe ngampus dimana sih?” tanya Hindun cepat.
            “Napa loe kaget? Iyya, tuh cewek mang gue kagumin banget. Gue gak bisa seperti dia. Yang gue mau hampir semua dia miliki. Dan..itu memang loe HINDUN.”
            “…”
            “Kamu tau dari mana namaku?” dan jantung Hindun pun berdentum lebih keras.
            “Sejak menjadi klienmu. Aku ingin mengenalmu lebih dekat. Hanya saja aku agak malu kalau harus bicara langsung denganmu.”
            “Tapi aku gemuk. Nothing special from me.
            “Untuk mereka, tapi untukku kau istimewa.”
            Gubrak..rasanya jantung Hindun ingin berlari bersembunyi di kamar mandi. Dengan masih di hujani ragu-ragu Hindun kembali membombardir Rizal dengan segudang pertanyaan.
            “Pasti dirimu tidak jauh beda dengan yang lalu, suatu saat akan pergi meninggalkanku.”
            “Dan kau tidak percaya padaku? Baiklah aku tidak memaksa kau percaya padaku. Pelan-pelan saja, dan kita akan saling mengerti. Tapi, aku tidak pernah meragukan feeling-ku. Kecuali saat aku memilih masa laluku.”
            “Aku hanya takut memberikan hatiku pada orang yang salah. Apakah kau tau itu?”
            “Sungguh aku sangat mengerti. Untuk itu, aku juga ingin meyakinkan hatiku jika aku berhak untuk kau pilih menjadi yang terakhir.”
            “Tidakkah kau menyesal mengagumiku?”
            “Tidakkah kau terganggu aku kagumi?”
            Gila..aku benar-benar telah gila. Sebelumnya aku memang berharap akan ada yang mencintaiku tulus. Namun, sungguh mengejutkan cara Ia datang mencuri hatiku. Aku tidak mau gila. Aku Hindun, bukan Laylah Majnun yang dikisahkan gila karena cinta. Aku harus lebih berhati-hati menghadapinya.
***
            Aku maklum jika Hindun ragu terhadapku. Karena Ia pernah kehilangan cinta secara traumatis dan tragis. Tapi, bukan berarti Ia harus selamanya menutup diri. Sesekali Ia harus menghirup hembusan angin asmara di sekitarnya. Agar Ia peka terhadap hati yang ikhlas untuknya. Seperti aku saat ini. Sekali lagi, aku pun tak memaksa dirinya. Aku pun butuh waktu untuk siap menyatakan cinta secara sederhana nun bersahaja, agar kelak tak menimbulkan luka lagi di hatinya. Perlahan saja wahai gadisku, kita bersama menjalaninya. Kelak tidak ada perih jika kita berhati-hati. Bukan maksudku mempermainkan perasaanmu. Hanya saja aku tak ingin gegabah memutuskannya. Begitu pula yang aku harap darimu gadisku. Jadi, bisakah kita saling menunggu untuk kesiapan masing-masing. Untuk jalan yang benar, insya allah aka nada kemudahan. Amin.
***
            Rasanya indah, menakutkan, dan menggelitik. Aku tidak percaya sebegitu menariknya diriku untuk dirinya. Rizal, tolong jangan kecewakan aku lagi. Aku bersedia menantimu, walaupun aku tak menutup hati untuk siapa pun. Tetapi, kau tetap menjadi peringkat pertama saat ini. Semoga Tuhan tak mengubahnya, amin.
            Beberapa hari kemudian, Rizal sumringah membaca salah satu tulisan di blog Laylah [tidak] Majnun, berjudul IKRAR DILEMATIS.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

thanks buat komentarx..:)