Minggu, 01 November 2015

Aku Pamit, Aku Pergi


Bogor, 27 Oktober 2015

Dengan penuh hormat, aku menyapamu.
Hai sang pemberi rindu. Akan aku ceritakan bagaimana aku merenda rindu tanpa jarummu.
Aku berdiri di sini engkau di sana, di tempatmu.
Aku merindu, engkau tidak.
Aku mengkhawatirkanmu, engkau tidak.
Aku memipikanmu, engkau tidak sekali pun.
Aku berbincang tentangmu, cermin menertawaiku.
Aku kabarkan rasaku bersama gulungan penat, sang penat ternyata lelah mendengar celoteh tentangmu.
Aku kisahkan tentang rinduku, semesta mencemooh.
Lalu aku duduk bersimpuh menghadap-Nya, untungnya saja Ia selalu mendengarku.
Tapi aku malu.
Malu karena tak jua mendapat jarum darimu.
Malu karena ternyata aku sendiri, sendiri memeluk rasa ini.
Biarlah aku bawa pergi saja (lagi).
Seperti yang kemarin.
Seperti yang sudah-sudah.

Kalau esok masih akan ada hari, jangan cari aku.
Aku takut, semuanya telah hambar.
Karena melarut bersama rindu yang tak berbalas.

Hai sang pembuat rindu, aku haturkan salam hormat untukmu.
Aku ada, engkau tak ada.
Aku memilihmu, engkau memilih yang lain.
Aku diam, engkau bingung.
Aku pergi, kau masih tak beranjak dari tempatmu.
Baiklah,
Aku undur diri.
Aku pamit.
Aku pergi, karena engkau meminta.
Meski bukan lewat lisan.
Aku pamit.
Aku pergi.
Tenanglah, ketika kau menengok..
Aku tak lagi di belakangmu.
Cukup sudah doa-doaku untukmu.
Aku pamit.
Aku pergi.

Tidak akan ada lagi sapaan selamat pergantian waktu.
Tidak akan lagi perhatian menjijikkan.
Karena aku pamit.
Aku pergi.

Mungkin aku tidak bernilai untukmu.
Atau aku hanya selingan.
Entahlah.
Harusnya aku cukup pintar untuk mengetahui ini.
Tapi kenyataannya aku memang bodoh!
Bodoh karena masih saja disini, padahal telah berpamitan.
Oke..
Aku pamit.
Aku pergi.
Selesai (seperti sebelum-sebelumnya).

_Aku Pamit, Aku Pergi_
NAH

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

thanks buat komentarx..:)