Bismillah..
Sore itu aku melalui petualangan
yang luar biasa dengan teman lamaku. Sembari menapaki jalan yang dipenuhi
dedaunan kering, aku memulai obrolan berbobot dengannya. Awalnya hanya berupa
candaan ringan, namun aku tahu ujungnya akan ada pembelajaran berharga yang
akan kita perbincangkan. Seperti pertemuan-pertemuan sebelumnya, tidak ada
pertemuan yang hanya kami habiskan dengan tanpa dialog berbobot. Jadi, berikut
adalah potongan percakapan yang sempat tersimpan dalam ingatan jangka panjangku.
Kami adalah
perempuan, dan perempuan merupakan mahluk yang dianugerahi dengan banyak
keistimewaan. Aku suka membahas sisi perempuan bukan hanya karena aku
perempuan, tetapi memang tidak akan pernah ada akhirnya pembahasan mengenai
bagaimana wanita sesungguhnya harus eksis. Belakangan marak menjadi
perbincangan mengenai sifat wanita yang diidamkan. Tidak jarang aku temui
banyak status yang menunjukkan bagaimana wanita idaman itu. Salah satu status
media sosial temanku menuliskan kurang lebih seperti ini, “Bahkan teori 3B (Beauty, Behavior, and Brain) mampu
dikalahkan oleh teori 3S (Syar’i,
Sholehah, and Smart)” atau bahkan ada salah satu teman lelakiku yang
menuliskan “Perempuan Idaman adalah mereka yang Syar’i, Sholehah, dan Smart,
selamat malam perempuan yang bisa dicicil uang panaik-nya (read: uang mahar)”, haha..gagal fokus. Baiklah kembali
ke topic pembicaraan. Sederhana hanya saja mungkin konsep yang dibuat
orang-orang berilmu dan beriman itu. Tetapi, tahukah kita bahwa apa yang
terdapat dibalik kedua konsep itu, ada pembelajaran yang luar biasa tentang
perempuan yang siap bersaing di era saat ini.
Sebelum
saya membahas mengenai 3S itu, maka saya memulai dengan konsep lama yaitu 3B.
Pertama yang akan dibahas adalah beauty.
Lantas mengapa kata ini yang ditaruh paling pertama? Sederhana saja jawabannya,
karena setiap wanita menginginkan predikat “cantik”, terlepas bagaimana mereka
memaknai kata “cantik” itu. Saya jadi teringat satu bait potongan lagu band
Lyla yang membuatku jatuh cinta dengan lagu ini,
“Bukan karena make up di wajah mu atau lipstik merah itu, lembut
hati tutur kata terciptalah cinta yang kupuja. Karena kamu cantik, kan kuberi
segalanya apa yang ku punya dan hatimu baik, sempurnalah duniaku saat kau di
sisiku”
bahkan diciptakan lagu istimewa
yang diperuntukkan untuk mendefinisikan bagaimana cantik itu sendiri. Cantik
itu relatif, dan bagaimana masing-masing mata mendefinisikan adalah tergantung
kacamata yang digunakan. Contoh sederhana; Suhyana (25thn), cantik itu seperti
Selena Gomes; Setiawan (24thn), cantik itu seperti cewek-cewek korea yang
bermata sipit dan berambut panjang (yang kemudian diejek Suhyana sambil
berkata, hati-hati loh..kuntilanak juga
berambut panjang!#abaikan); dan Riezha Khann (25thn), cantik itu
yah..seperti calon istri ane broh..(hayo, calonnya yang mana coba..:D ). Karena
defenisi yang terlalu meluas, maka diperbaikilah teori tadi dengan mengganti beauty dengan syar’i. Nah, ketika ada batasan syar’i tadi, maka jelas sudahlah
cantik itu seperti apa. Berpakaian sopan, bertutur santun, dan bersih.
Setidaknya itulah yang aku pahami dari ajaran agamaku. Dan saya pun yakin,
agama manapun setuju dengan defenisi kali ini.
Kata
berikutnya yaitu brain. Entah mengapa
saya jadi ingin menaruh kata ini di urutan kedua. Bisa jadi karena menurut saya
perempuan “cerdas” itu seksi. Iya, bukan hanya dituntut untuk cantik tapi tidak
berotak dangkal. Nah, saya juga pernah sekali mendapati status teman lelaki
saya menuliskan seperti ini, “jadi
perempuan jangan berpikir dangkal dan cengeng”, kemudian saya pun
mengangguk diam dalam hati. Oh, atau mungkin display picture teman saya
yang memamerkan deretan kalimat:
“Saya
berusaha agar anak saya jauh lebih cerdas dari saya. Saya tidak rela jika saya
menjadi ibu yang tidak bisa memenuhi kehausan anak saya akan ilmu dan iman.
Karena itu saya belajar untuk melatih respon kepekaan cintaku pada ilmu
pengetahuan dan agama.”
Jika ingin
mendefinisikan cerdas itu seperti apa, nampaknya agak sedikit rumit, karena kecerdasan
ada banyak jenisnya. Dimulai dari kecerdasan numerik dan logic, linguistik,
intuisi dan seni, olahraga, interpersonal, intrapersonal, dan masih banyak lagi
penggolongan lainnya, setidaknya itu yang masih terpatri dalam memoriku
semenjak strata satu dulu. Ada beberapa wanita yang memiliki multi intelegensi
atau yang lebih dikenal multi kecerdasan, yaitu kondisi dimana seseorang memiliki
lebih dari satu kecerdasan. Subhanallah mereka yang dianugerahi kecerdasan
lebih. Mengenai kecerdasan, tidak sedikit orang yang menganggap jika kecerdasan
itu adalah bawaan lahir, semacam rezeki yang telah ditakdirkan untuk
orang-orang tertentu. Memang benar jika kecerdasan itu hanya akan menghampiri
orang-orang tertentu, yakni orang yang berusaha untuk cerdas. Tetapi bukan
berarti mereka yang tidak memiliki keturunan cerdas tidak memiliki kesempatan
untuk cerdas. Berdasarkan prinsip peluang di mata kuliah analisis statistika,
peluang dari suatu kejadian memiliki proporsi yang sama (thanks for the awesome lecture assistant ;)). Jadi, kejadian yang
sebenarnya adalah bahwa para orang tua yang memiliki kecerdasan, akan
mengupayakan anaknya untuk memiliki kecerdasan yang sama atau bahkan melebihi
orangtuanya. Kemudian disimpulkan, kemungkinannya akan sama jika saja para
orang tua yang memiliki kemampuan pas-pasan mendoktrin dan mengupayakan anaknya
untuk memiliki kecerdasan melebihi orangtuanya, suatu saat akan mendapati
anaknya mampu mengubah nasib keluarga mereka, who knows. Belajar bisa dimana saja dan kapan pun, karena belajar
tidak ada batasan. Semakin seseorang belajar, semakin sadarlah mengenai banyak
ketidaktahuan mereka. Semakin saya belajar, semakin jatuh cinta-lah saya pada
ilmu.
Potensi
setiap orang untuk menjadi cerdas sama saja. Ada yang hanya dengan duduk santai
lantas ketika ujian mendapatkan nilai baik. Ada juga yang harus dibantu dengan
metode sistem kebut semalam, yang tentu saja tidak saya anjurkan. Ada juga yang
memiliki cara audio (mendengarkan) atau visual (melihat). Ada juga yang tidak
bisa belajar disatu tempat. Ada juga yang membuat rangkuman materi terlebih
dahulu, atau berdiskusi, atau bahkan bersemedi di kamar mandi (nah loh..).
Apapun caranya, yang penting belajar. Untuk saya sendiri sepertinya adalah
orang yang harus belajar jauh hari sebelum ujian itu tiba. Ingat, tidak ada
manusia yang bodoh, hanya saja mereka malas atau lamban dalam memahami materi.
Kira-kira saya termasuk yang lamban memahami (hehe..), karenanya ketika orang
lain perlu berjalan lebih cepat untuk menempuh kesuksesan mereka, maka saya
harus berlari untuk minimal menyamai mereka.
Tetapi,
apakah lantas karena kita telah menguasai semua materi dan mendapat nilai bagus
lantas kita disebut cerdas? Belum! Pepatah lama mengatakan “ilmu tanpa iman bagai raga tak berjiwa,
kosong, hampa..”. Maka kemudian kecerdasan didefenisikan sebagai kemampuan
seseorang untuk menemukan solusi dari masalahnya, membuat suatu keputusan dan
bertanggungjawab, serta bermanfaat untuk dirinya, keluarga, bangsa, dan
agamanya. Itulah yang didefenisikan sebagai smart.
Poin
ketiga adalah behavior. Poin ini yang
banyak digaung-gaungkan sekarang hampir disetiap elemen kehidupan. Terkadang
dalam poin behavior sering dimaknai
sebagai “kecerdasan emosional”. Mereka yang memiliki behavior yang baik, akan membentuk mereka menjadi insan dengan skill yang luar biasa. Masih ingat
dengan pernyataan “perempuan harus multitasking
dan mandiri”? Iya, tepat sekali. Perempuan yang diidamkan adalah mereka yang
bisa melakukan banyak pekerjaan secara bersamaan dan tentu saja dengan hasil
yang baik. Ini adalah bagian terpenting dari metode 3B. Meskipun menjadi poin
yang terakhir, tapi poin inilah yang menjadi identitas wanita idaman
sesunggunya.
Bagaimana
untuk bisa multitasking? Tidak
jauh-jauh mencari defenisi, mari menengok ibu kita masing-masing. Salah satu
figur yang berkontribusi paling besar hingga saya berada sejauh ini adalah
beliau. Saya memanggilnya mama. Mama saya adalah perempuan luar biasa. Memiliki
delapan anak, lima perempuan dan tiga laki-laki, dengan persoalan hidup masing-masing
yang luar biasa hebatnya. Mama saya seorang pensiunan guru. Konon kabarnya,
mama saya pensiun ketika melahirkan saya (hadeuh..dasar nhia!!:D). Sebelum
pensiun, mama saya harus mengurus semuanya dengan bakat multitasking-nya. Mama
saya pandai menjahit, membuat beberapa masakan yang selalu membuatku rindu
pulang (hikss..), ataupun beberes rumah. Selama bisa dilakukannya sendiri, akan
dia lakukan pekerjaan itu tanpa merepotkan orang lain (yang pada akhirnya
beliau lupa usianya sekarang berapa, masih saja ngotot kerja ini dan itu).
Jangan ditanya kalau perkara mengajar. Banyak pengalaman unik yang diajarkan
beliau kepada saya, berikut rangkuman nasihatnya.
1. Jadi
perempuan itu harus bisa masak dan beres-beres (kolot tapi tetap aku jalankan,
hehe..). Bagaimana mau dirindukan suami dan anak, kalau tidak ada kenangan yang
membuat mereka ingin pulang. Bahkan teman lama saya itu sempat membuat status “my mother is the best chef in this world”.
Tidak harus masakan mewah, yang penting bergizi dan sehat. Begitu juga rumah,
kalau tidak bersih kan malu sama tamunya suami. Perempuan cantik itu tercermin
dari dapur, sumur, dan kasur, yang entah beliau dapatkan darimana quote tersebut (yang pernah se-rumah
denganku pasti sangat ingat dengan kalimat itu :D ).
2. Jadi
perempuan itu, harus pintar berempati dan tetap tegas. Pelajaran semakin rumit.
Satu sisi dianjurkan untuk berempati, tetapi di sisi lainnya harus tetap tegas.
Ada lagi hal unik yang diajarkan kedua orangtua saya. Mereka membedakan antara
“memanjakan dan menyayangi”. Menyayangi adalah memenuhi permintaan anak sesuai
kebutuhan dan usianya, sedangkan memanjakan adalah meng-iya-kan semua
permintaan dan rengekan anak hany karena empati berlebih atau tidak tahan
mendengar rengekan dan tangisannya. Saya ingat betul bagaimana keluarga (bukan
hanya orangtua, tapi juga saudara-saudaraku) bersikap ketika saya meminta salah
satu gadget, handphone. Saya tetap
dibelikan gadget tersebut, tetapi hanya yang bisa menelpon dan mengirim pesan
tentu saja dengan wejangan “kalau dhede
mau HP yang lebih canggih dan bagus, dhede harus menabung atau setidaknya punya
kerjaan dulu untuk membeli dengan uang
sendiri”. Kini saya pun mengerti, barang yang saya beli dengan jerih
payah sendiri, kenikmatannya luar biasa dan kita jadi lebih bisa menghargai
keberadaan barang tersebut (yah..meskipun saya tetap saja ceroboh,
kadang-kadang menghilangkan barang..:D).
3. Jadi
perempuan itu harus bisa berhemat, karena belum tentu rezeki datang dalam
jumlah yang sama. Berhubung karena saya masih belum berpenghasilan tetap,
makanya ada baiknya saya belajar untuk “memprioritaskan” segalanya. Mulai
mengurut mana yang terbilang penting dan mana yang bisa ditunda. Mana yang bisa
didaur ulang dan mana yang sekali pakai.
4. Jadi
perempuan itu harus bisa tangguh. Kadang ada waktu dimana tidak ada lelaki yang
bisa membantu beberapa pekerjaan rumah. Disaat seperti itulah diperlukan skill
untuk memperbaiki antenna TV, memperbaiki kabel listrik, atau bahkan mengangkat
galon. Agak ekstrim memang, tetapi intinya selama bisa dikerjakan oleh kita,
kenapa harus menyusahkan orang lain.
5. Jadi
perempuan jangan cengeng, harus anggun, santun dan sabar. Upss..untuk yang satu
ini saya masih belum lulus,haha..Karena air mata pun ada waktunya untuk kita
teteskan. Jangan meneteskan air mata sehingga terlihat lemahmu, tapi
teteskanlah untuk menunjukkan sisi terkuatmu. Masih agak sulit untuk saya
terapkan, tapi bukan berarti tidak bisa diupayakan.
6. Jadi
perempuan itu harus paham agama. Bagaimana kamu akan dipilih oleh jodoh kamu
yang beriman, kalau kamu belum memantaskan diri untuk dipilih oleh mereka yang
beriman(jleb..mak..). Mari berbenah wahai wanita-wanita.
Inilah yang
disebut sholehah dalam agama kami.
Hingga
kemudian, saya dan teman lama saya menyimpulkan hasil diskusi kami.
Tidak akan sanggup kita mengajarkan konsep apa
itu hitam, putih, dan abu-abu, jikalau kita hanya sibuk mendeskripsikan tanpa
pernah mempraktekan. Kalah teori oleh praktek. Kita harus mengenakan jubah
hitam untuk menunjukkan jika inilah warna hitam, harus mengenakan jubah putih
untuk menunjukkan putih, dan mengenakan jubah abu-abu untuk menunjukkan yang
mana warna abu-abu. Atau mungkin dengan menunjukkan benda yang mewakili warna
tersebut. Jadi jangan harapkan anak anda menjadi insan menawan, sopan, dan
bersih, jika anda sendiri tidak menerapkan bagaimana konsep sopan, menawan, dan
bersih itu. Jangan harapkan anak anda disiplin ataupun cerdas, kalau anda
sendiri tidak menerapkan sistem disiplin dan cerdas tersebut. Jangan harapkan
anak anda tahu beribadah, kalau anda sendiri tidak beribadah. Mari menjadi
wanita yang jauh lebih baik.
Terima kasih kawan lamaku, karena
telah mendengarkan keluh-kesahku sore itu. Bahkan aku selalu merindukan perbincangan-perbincangan
bermutu ketika kita menghabiskan waktu bersama. Besok-besok temani aku lagi di
laboratorium yah..haha..
Ps: Thanks for meatball time-nya
dear..:*
Bogor, 10 Oktober 2014.
_Shine_
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
thanks buat komentarx..:)