Rabu, 30 September 2015

Anak [yang pernah] Gagal


Masih teringat dengan jelas beberapa tahun silam, ketika semua anak merayakan kelulusan mereka di tingkat Sekolah Menengah Pertama. Banyak diantara mereka yang mempunyai cita-cita melanjutkan ke tingkat Sekolah Menengah Atas seperti yang telah mereka idam-idamkan. Tetapi naas, aku..iya, aku seorang anak dengan kekecewaan luar biasa yang entah itu datang untuk mengutuk diri sendiri atau nasib yang berlaku atas diriku. Bisa aku gambarkan dengan baik bagaimana situasi sekitar kala itu. Pohon jambu yang sedang berbunga berdiri tepat ditengah-tengah lapangan sekolah. Bunganya tidak lantas membuat hatiku berbunga atau bahagia. Bagaimana bisa itu terjadi sementara aku adalah salah satu siswi yang dinyatakan TIDAK LULUS pada UJIAN AKHIR NASIONAL. Galau dan gamang yang menyergap membuat keriuhan sekolah seperti hampa di benakku. Ujian memang mematahkan impianku kala itu untuk melanjutkan sekolah kejuruan farmasi yang aku idam-idamkan sejak jiwa ragaku berdecak kagum memandang kakak-kakak dari sekolah farmasi. Tidak itu saja, berbagai cibiran, kecaman, dan sindiran seakan sinis menikam ke arahku. Dunia seperti berhenti seketika, impian dan cita-cita aku buang ke tong sampah. Malu, marah, geram, kesal, dan mengutuki kejujuranku kala itu. Penderitaan tidak berakhir begitu saja, tak ada satu pun sekolah di dalam kota yang mau menerimaku, dan berakhirlah aku di salah satu sekolah pinggiran kota.
            Untung saja waktu itu cita-cita dan amarah ku tidak seluruhnya aku buang ke dalam tong sampah. Masih ada yang aku sisakan, sedikit tetapi ampuh untuk aku ubah bentuknya menjadi amunisi. Bukan aku gunakan untuk memerangi orang lain, namun terlebih untuk aku gunakan membangun kembali kepercayaan diriku yang luluh lantah akibat kekecewaan yang teramat perih. Di tempat asing itulah, aku belajar banyak hal. Kekeluargaan, persaudaraan, persahabatan, perjuangan, dan yang paling penting adalah belajar untuk bangkit setelah terjatuh. Pelan-pelan, aku rangkai batu titian masa depanku. Sambil terus menggenggam cita-cita yang seakan semakin menyala, “aku ingin menjadi pendidik”. Ingin aku bagikan apapun yang aku dapatkan selama ini kepada mereka yang haus akan pendidikan. Akan aku kuatkan mereka yang berpotensi namun tak tahu potensi mereka. Aku hanya ingin membayar semua kekecewaanku dengan melihat anak didikku tumbuh kembang melampauiku.
            Saat ini, aku telah melangkah sejauh ini. Rasanya ada sejuta pengalaman yang menyertai jejak-jejak kaki. Satu dua bahkan jutaan air mata, tidak lagi terbilang banyaknya. Semua yang aku dapatkan hari ini, aku dedikasikan kepada mereka yang sabar menemaniku dan selalu yakin kemampuanku. Tidak lupa juga saya haturkan terima kasih kepada mereka yang meragukan dan memandangku sebelah mata. Tanpa sikap kalian yang antipati terhadapku, mungkin aku tidak bisa menjadi seperti saat ini. Semoga kalian semua terangkum bersama-sama dengan mereka yang senantiasa menebar kebaikan. Aamiin allahumma aamiin.

Bogor,
160915
Nurul Ichsania Hammado, S.Pd, M.Si. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

thanks buat komentarx..:)